Rahim Pengganti

Bab 145 "Masakan Pertama"



Bab 145 "Masakan Pertama"

0Bab 145     
0

Masakan Pertama     

Pagi ini Gina bangun lebih cepat, seperti itulah dirinya, jika ada di tempat baru akan sangat sulit untuk tidur. Kalau tertidur, maka hanya beberapa jam saja. Terbukti seperti saat ini, di mana Gina sudah terbangun. Wanita itu lebih memilih untuk beranjak dari tempat tidur dan keluar dari dalam kamar mereka.     

Ceklek     

Pintu kamar terbuka, Gina menoleh melihat siapa yang juga ikut terbangun.     

"Kamu kenapa bangunha cepat sekali?" tanya Daffa. Pria itu bingung dengan sang istri yang sudah berada di dapur padahal hari masih jam 04.30 pagi. Gina hanya menoleh sekilas, wanita itu lalu mengambilkan secangkir air putih untuk suaminya. "Terima kasih," ucap Daffa.     

Gina masih menyibukkan dirinya, sebelum pindah memang Daffa sudah mengisi beberapa kebutuhan mereka supaya, ketika Daffa atau Gina mau makan mereka bisa memasak. Perlengkapan di rumah ini juga, sudah sangat lengkap.     

"Ibu kemarin meminta isi kulkas sama ada juga beberapa teman ibu yang susun barang barang nya," ucap Daffa. Gina hanya menganggukkan kepalanya, wanita itu masuk sibuk dengan masakan yang dirinya masak. Daffa lalu mendekati Gina. "Kamu masak apa?" tanya Daffa. Pria itu tepat berdiri di belakang Gina, hal tersebut sontak saja membuat Gina yang sedang memotong sayur, tiba tiba tanpa sengaja jarinya teriris.     

"Aww!!" pekik Gina. Mendengar hal itu membuat Daffa terkejut, pria itu sontak saja langsung mengambil jari Gina dan langsung dihisapnya. Hal itu membuat, Gina terkejut dengan apa yang dilakukan oleh suaminya. "Maaf ya, karena aku kamu jadi terluka," ucap Daffa dengan begitu menyesal. Gina tidak bergerak ataupun berbicara, pria itu masih diam di tempatnya. Bingung, harus bersikap seperti apa. "Aku gak apa apa," jawab Gina. Mata keduanya saling bertemu, Daffa tidak suka dengan ucapan yang baru saja dirinya dengar dari Gina.     

"Kalau memang sakit katakan sakit, jangan berpura pura sembuh tapi nyatanya terluka," ujar Daffa.     

***     

Makanan yang sudah di masak oleh Gina, sudah tertata dengan sangat rapi di atas meja, Gina memasak tumis sayur manis, ikan goreng kering, lalu sambal tahu.     

"Aroma enak, ini pasti sangat enak rasanya," ujar Daffa. Gina hanya menatap datar, wanita itu tidak tahu apakah masakkan nya sesuai atau tidak yang jelas dirinya harus berusaha menjadi istri yang baik.     

Gina menatap ke arah, Daffa pria itu baru saja memasukan satu sendok makanan ke dalam mulutnya, pria itu terdiam sesaat mata keduanya saling bertemu. Gina sudah mau beranjak membawa piring makanan tersebut, dapat Gina pastikan bahwa masakannya tidak enak makanya Daffa bersikap seperti itu.     

Namun, tangan Daffa menahan membuat Gina menyipitkan matanya, "Kamu mau membawa kemana makanan seenak ini?" tanya Daffa. Gina yang tidak mengerti ucapan yang dilontarkan oleh Daffa menatap suaminya dengan penuh tanda tanya.     

"Kamu pasti salah paham, kan? Gara gara aku terdiam tadi. Aku tuh sedang, menikmati makanan ini rasanya nikmat sekali, seperti masakan Ibu. Bahkan sama persis, menurut aku. Kamu pintar masakannya," jelas Daffa.     

Blusshh, sudah dipastikan saat ini pipi Gina sudah berubah menjadi merah. Wanita itu menundukkan kepalanya karena mendengar pujian dari sang suami. Namun, Gina bisa langsung menetralkan jantungnya supaya tidak terlihat gugup.     

"Ayo kamu makan juga," ucap Daffa. Satu hal yang dilupakan oleh Gina, yaitu sikap dan gaya bahasa yang di ucapkan oleh Daffa sedikit berbeda, hal itu membuat keduanya merasakan kenyamanan.     

Setelah selesai sarapan pagi, Gina dan Daffa bagi tugas untuk mulai membereskan beberapa barang milik mereka, Gina membereskan kamar, menyusun beberapa potong baju dirinya dan juga Daffa.     

Pipi Gina kembali, merona ketika dirinya bisa melihat dengan jelas pakaian dalam suaminya di dalam lemari. Gina menggelengkan kepalanya, entah apa yang sedang dipikirkan oleh wanita itu saat ini.     

"Kamu kenapa?" tanya Daffa. Sontak saja, hal itu membuat Gina terkejut, wanita itu hampir terjatuh karena kaget dengan ucapan suaminya yang terdengar secara tiba tiba. Daffa mendekat ke arah Gina, hal itu semakin membuat jantungnya seolah sedang lari maraton. "Kamu sakit? Atau ada sesuatu? Bilang sama aku, tadi aku lihat kamu geleng geleng kepala? Ada yang salah?" tanya Daffa. Pertanyaan yang bertubi-tubi itu membuat Gina, tidak tahu harus berkata apa, hanya diam dan diam. Tidak mungkin dirinya mengatakan hal yang sebenarnya bahwa saat ini Gina sedang malu karena melihat pakaian dalam suaminya sendiri.     

"Aku gak apa apa kok, cuma tadi ada lalat aja," jawabnya. Mendengar Gina sudah mau menjawab pertanyaannya sedikit membuat sudut bibir Daffa tertarik ke atas, pria itu sangat senang dengan apa yang terjadi saat ini. Daffa lalu kembali meninggalkan sang istri, membiarkan wanitanya di dalam sana sedangkan Daffa membereskan kembali area depan.     

***     

Selesai dengan urusan, kamar kali ini Gina beralih membereskan beberapa bagian depan, terutama teras mereka. Wanita itu meminta izin kepada suaminya untuk merubah beberapa teman di sana, dan hal itu ternyata di setujui oleh Daffa.     

"Nanti aja di lanjuti, kamu pasti capek," ucap Daffa.     

"Gak apa apa. Tanggung banget, nanti saya akan istirahat," balasnya. Daffa menarik nafasnya berat. Pria itu hanya bisa menganggukkan kepalanya, meskipun Gina sudah mau berbicara dengan dirinya namun, sikapnya masih seperti biasa. Gina bahkan sangat sedikit berbicara, dan hanya seperlunya saja. Jika di kebanyakan novel, suami akan lebih banyak diam namun, di pernikahan ini berbeda. Daffa lebih, ingin membuka dengan tentang dirinya sedangkan Gina berbeda.     

Biasanya wanita akan lebih banyak membuka hati tapi Gina berbeda, wanita itu masih membangun dinding yang sangat kokoh membentengi dirinya sendiri untuk tidak terbawa suasana dan hal itu saat ini masih berhasil meskipun sesekali jantung Gina berdetak dengan sangat kencang.     

Aktivitas kedua nya sudah diperhatikan oleh seseorang di sana, orang itu yang tak lain adalah Ibu Sri, mertua Gina yang masih fokus mengawasi kedua nya dari luar. Senyum simpul, tercetak dengan sangat jelas di wajah wanita paruh baya itu. "Kamu lihat dek, Abang kamu sangat jarang mau bantu bantu urusan rumah, tapi baru beberapa hari jadi suami terlihat sudah sangat telaten sekali," ucap ibu Sri. Di dalam mobil ini, dirinya tidak sendirian melainkan ada Dewa juga. Laki laki itu langsung di minta mengantar sang ibu untuk berkunjung ke rumah menantunya secara mendadak.     

"Namanya juga sudah menikah Bu. Kalau Abang gak mau bantuin, kasihan Gina mengurus semuanya sendirian," balas Dewa.     

"Husss … kamu ya, sama kakak ipar gak boleh manggil nama aja. Gak sopan," tegur ibu Sri.     

"Ya elah Bu, aku sama Gina itu seumuran. Dia juga pasti gak akan mau kalau di panggil yang aneh aneh Bu," bela Dewa.     

"Tetap aja. Itu gak boleh dek, awas kamu panggil mbak atau kakak jangan hanya nama. Nanti kalau di dengar sama anggota Abang kamu, nggak enak," ucap Ibu Sri. Dewa hanya bisa pasrah, seperti ini lah nasib jika Abang sendiri menikah dengan sahabat akan banyak panggilan yang di atur, rasanya Dewa jadi kesal mengingat hal itu.     

"Ayo turun," ajak ibu Sri. Dewa menganggukkan kepalanya, mereka bertiga lalu berjalan ke arah kedua pasangan baru tersebut, blok rumah Daffa memang masih sedikit. Karena masih banyak prajurit yang belum menikah, ada pun menikah belum sepenuhnya pindah ke asrama. Sehingga terlihat sepi, meskipun seperti itu tempat ini selalu di jaga dengan aman oleh beberapa anggota yang piket.     

"Assalamualaikum."     

Daffa dan Gina menoleh ke arah belakang, keduanya kaget dengan apa yang mereka lihat. Pandangan mata keduanya saling menatap satu dengan lainnya, "Ibu kenapa gak bilang kalau mau datang?" tanya Daffa. Ibu Sri bukan menjawab langsung memeluk menantunya itu. Wanita paruh baya itu begitu menyayangi menantunya, bahkan Gina bukan hanya sekedar menantu tapi sudah seperti anak untuknya karena tidak memiliki anak perempuan dan ketika bertemu dengan Gina sudah langsung jatuh hati.     

"Kamu apa kabar nak?" tanya ibu Sri kepada Gina.     

"Alhamdulillah baik ibu. Ibu apa kabarnya, ayo Bu masuk ke dalam. Tapi maaf ya Bu, masih berantakan," ucap Gina. Senyuman manis tercetak, dengan sangat jelas hal itu membuat, Ibu Sri begitu bahagia dengan sikap dan sopan santun anaknya itu. Kedua wanita itu, masuk ke dalam rumah meninggalkan Dewa dan Daffa yang masih berdiam diri di depan rumah. "Kamu kenapa gak bilang bilang kalau mau ke sini?" tanya Daffa. Dewa hanya mengangkat bahunya, pria itu lalu masuk ke dalam rumah abangnya tidak menjawab pertanyaan Daffa. Melihat hal itu, membuat Daffa hanya bisa menghela nafasnya berat.     

"Kamu kalau gak suka sama bentuk rumah, minta ganti aja sama Daffa. Abang harus mau di ganti kalau Gina gak nyaman, jangan sampai istri kamu gak betah tinggal di rumah," ucap Ibu Sri. Mendengar hal itu Daffa hanya menganggukkan kepalanya, menjawab saja akan jadi salah di depan sang ibu. "Kamu dengar, kan bang. Awas aja kalau gak dilakukan. Gina kalah Daffa macem macem, kamu harus bilang sama ibu," lanjut ibu Sri.     

"Kemarin dia cium bibir aku Bu," batin Gina. Mengingat hal itu saja, membuat rasanya pipi Gina merah. Astaga malu sekali, Gina menundukkan kepalanya menutupi pipinya yang sudah merah. Melihat tingkah sang istri seperti itu membuat dahi Daffa berkerut. Namun, hal itu hanya sebentar ketika, Gina sudah kembali berbicara dengan ibu nya.     

Ibu Sri banyak bercerita dengan Gina semua hal. Mendengar hal itu membuat Dewa bosan, pria itu lalu duduk di luar begitu juga dengan Daffa yang setia menemani sang adik. Tidak ada perbincangan serius di antara kedua adik kakak itu, hanya helaan nafas yang terdengar sangat jelas.     

"Lo udah gituan ya bang sama Gina?" tanya Dewa. Jujur saja, sudah sejak kemarin pria itu ingin bertanya dan menjahili abangnya itu. Sedangkan dirinya dan Daffa, sangat jarang bertemu membuat Dewa memanfaatkan kesempatan hari ini.     

"Bikinin gue, banyak keponakannya bang. Biar gue ada temannya, sejak lo nikah rumah sepi. Jadi nanti kalau anak kalian lahir, kan bagus tuh," lanjut Dewa.     

Daffa rasanya ingin melempar adiknya ke negeri seberang karena kesal mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Dewa yang benar benar luar biasa. Astaga kenapa dirinya bisa memiliki adik seperti Dewa.     

***     

"Biar aku aja bu," ujar Gina. Wanita itu jadi tidak enak ketika melihat mertua nya yang membersihkan meja makan. "Gak apa apa, kamu lanjutin aja masak nya. Ibu dari tadi hanya diam, jadi sesekali ibu yang bereskan ini," ucap ibu Sri. Dengan sangat berat hati Gina melanjutkan kegiatannya, wanita itu sejujur nya tidak nyaman dengan Ibu Sri yang membantunya. Karena Gina takut, membuat mertua yang sudah baik ini kecewa akan dirinya.     

Dewa masuk ke dalam rumah, laki laki itu langsung mengambil goreng tempe yang baru diangkat oleh Gina dari atas minyak.     

"Anjing!! Panas banget," umpatnya. Ibu Sri yang mendengar hal itu melotot dengan tajam. Dewa yang merasa aura dapur sedikit mencekam segera menoleh di mana sang ibu berdiri. Dengan senyuman manis nya, Dewa menatap ke arah sang ibu. "Maaf Bu reflek," ujar Dewa.     

"Mulut nya dek. Astaga, ibu gak pernah loh ajarin kamu yang aneh aneh seperti ini. Kenapa mulut nya gitu banget sih, ujar ibu Sri.     

"Ini Bu panas. Lo juga Na, kenapa gak bilang bilang kalau baru di angkat," ucap Dewa kesal.     

"Dewa!!" tegur Ibu Sri dengan nada tajam. Dewa yang merasakan tidak berbuat salah, langsung menutup mulutnya. Laki laki itu, teringat dengan ucapan yang di lontarkan oleh sang ibu tadi di dalam mobil.     

"Maafkan Dewa ya nak, ibu sudah bilang tadi kalau dia gak boleh manggil kamu dengan sebutan nama saja, gak baik," ucap ibu Sri.     

"Gak apa apa bu. Gina sama Dewa itu, kan seumuran gak nyaman aja kalau ada panggilan gitu," bela Gina. Mendengar pembelaan itu, membuat Dewa tersenyum bahagia. Namun, hal tersebut tidak di terima oleh ibu Sri. Wanita itu tidak suka dengan apa yang, disebutkan. Dewa tetap harus memanggil Gina dengan embel-embel Mbak atau kakak. "Denger kamu dek? Ibu gak mau lagi dengar kalau kamu manggil Gina dengan namanya saja. Awas kamu, Gina kalau Dewa macem macem bilang sama ibu ya," ujar ibu Sri. Gina hanya bisa menganggukkan kepalanya wanita itu bingung dengan kondisi yang saat ini terjadi.     

Pukul 13.00 mereka makan siang bersama, masakan Gina langsung dipuji oleh ibu Sri. Wanita itu begitu senang memakan masakan menantunya itu, hal itu terlihat dengan Ibu Sri yang sering kali menambahkan sambal buatan Gina.     

"Kamu pintar sekali bikin sambal nak, ibu senang loh. Nanti ajarkan ibu ya," ucap Ibu Sri.     

"Gina masih butuh belajar bu."     

"Ibu baru coba, dulu waktu kamu praktek bareng di rumah sakit dan tersisa hanya mie instan duh ibu tahu gak mie itu bisa di sulap oleh mbak Gina dengan makanan yang bergizi."     

Dewa memutuskan untuk memanggil Gina dengan sebutan mbak. Laki laki itu, tidak mau di marahi oleh ibu nya lagi, kalau dia salah memanggil sehingga pria itu memutuskan memanggil Gina dengan sebutan Mbak di depan namanya. Gina awalnya kaget namun, wanita itu harus menuruti apa yang di ucapkan oleh sang mertua.     

"Nanti kita masak bareng ya. Abang sering sering ajak Gina ke rumah. Awas aja kalau kamu gak mau antar dia," ancam ibu Sri. Mendengar hal itu membuat Daffa hanya bisa pasrah, pria itu tidak bisa berkata kata lagi. Jika titah ibu ratu maka semuanya harus di dengar.     

Setelah selesai makan siang bersama, tugas Daffa yang mencuci piring. Gina ingin menolak namun, suaminya itu tetap melarang dirinya melakukan hal itu hingga akhirnya Gina mengalah. Wanita itu lalu duduk di ruang tamu sederhana menemani sang mertua di sana yang sedang bercerita dengan Dewa.     

Melihat hal itu membuat Gina menjadi merindukan bunda dan ayahnya. Padahal dirinya baru berpisah dengan mereka tapi rasa rindu itu seolah sudah bertahun tahun lamanya terjadi. Tak lama Daffa bergabung, dan duduk di samping sang istri. Tangan Daffa juga merangkul bahu Gina, membuat wanita itu terkejut dengan apa yang terjadi.     

"Kalian berdua jangan nunda nunda ya. Usaha terus biar cepat di kasih anak. Soalnya kalau Abang, tugas luar pasti lama," ucap Ibu Sri. Mendengar hal itu langsung seketika wajah keduanya jadi merah, sudah dua kali Daffa di tanya hal seperti ini. Sungguh dirinya, begitu tidak nyaman.     

"Abang juga harus jaga kesehatan, Gina juga gak boleh capek capek. Harus fit, nanti ibu kasih madu sama jamu buat kalian minum biasa cucu ibu cepat jadinya," lanjut ibu Sri.     

"Dengar kamu bang?" tanya ibu Sri.     

"Iya Bu. Dengar kok, kita gak nunda kok, iya kan sayang."     

Deg     

Sayang, duh rasanya Gina mau meleleh mendengar kata tersebut. Bolehkan saat ini, Gina berteriak ada apa dengan suaminya yang selalu bersikap seperti ini. Membuat jantungnya berdetak dengan sangat cepat, sepertinya Gina harus pergi ke dokter hal seperti ini membuatnya tidak nyaman.     

"Bagus memang harus seperti itu, ya sudah ibu mau pulang. Nanti kalau bapak pulang dari kantor gak di rumah, bapak pasti nyariin."     

"Bucin," gumam Dewa dengan nada kecil. Tapi meskipun Dewa menggunakan volume yang paling kecil, ibu Sri bisa mendengarnya. Terlihat dengan matanya yang melotot tajam ke arah anak bungsunya itu. Sedangkan Dewa yang ditatapan seperti itu, hanya bisa menampilkan senyum terbaiknya.     

Daffa dan Gina mengantar keduanya sampai ke depan pintu, senyuman bahagia itu tercetak dengan sangat jelas di wajah Gina. Daffa memanfaatkan waktu seperti ini dengan memeluk pinggang sang istri, karena Daffa tahu jika sang ibu sudah pergi maka dirinya tidak bisa berbuat seperti saat ini. Sedangkan Gina harus menahan, dirinya yang sudah berdebar dengan sentuhan yang diberikan oleh Daffa.     

"Kami pergi bang."     

Daffa menganggukkan kepalanya, mereka masih berada di depan rumah sampai mobil yang dikendarai oleh Dewa menjauh. Keduanya lalu masuk ke dalam rumah, dengan posisi masih berpelukan. Gina seolah belum sadar dengan apa yang dilakukan oleh Daffa.     

Saat masuk ke dalam rumah, Daffa langsung menarik istrinya hingga tubuh Gina menabrak tubuhnya. Kedua mata mereka saling menatap satu dengan lainnya. Daffa mengunci Gina di dinding rumahnya, bibir yang membuat Daffa candu padahal baru pertama kali mencobanya. Membuat pria itu ingin kembali merasakan bibir manis itu, hingga kedua bibir itu menyatu.     

Lumatan pelan tanpa ada nya nafsu, terjadi Daffa langsung memagut bibir tersebut, hingga Daffa menggigit membuat lidahnya masuk dengan sempurna, hal itu di manfaatkan oleh Daffa untuk bisa mengeksplorasi seluruh setiap inci bibir istrinya dengan sempurna.     

Gina hanya diam menerima apa yang dilakukan oleh suaminya, wanita itu terbuai akan perlakuan Daffa yang begitu lembut, otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Hingga Daffa melepaskan ciuman itu, kedua nya saling menatap. Terlihat kilatan nafsu Dimata mereka berdua.     

"Balasan ciuman aku sayang," ucap Daffa.     

"Bagaimana?" tanya Gina dengan polosnya.     

Daffa tersenyum, pria itu lalu merapikan rambut istrinya. "Ikuti apa yang aku lakukan," jawab Daffa. Belum sempat Gina menjawab ucapan yang diberikan oleh sang suami. Daffa sudah lebih dulu, menyatu bibir mereka kali ini, ciuman yang diberikan oleh Daffa begitu kasar. Gina yang biasanya hanya diam, kali ini ikut memagut bibir sang suaminya. Melihat hal itu membuat Daffa, bahagia keduanya saling memberikan Saliva satu dengan lainnya. Daffa membawa istrinya ke sofa rumah mereka namun, sebelumnya tangan pria itu mengunci pintu tanpa melepaskan pagutan yang mereka lakukan.     

Duduk di sofa dengan posisi Gina diatas pangkuan Daffa membuat keduanya dengan leluasa saling mengekspor mulut masing masing, tangan Daffa tidak tinggal diam kancing belakang di baju Gina sudah terbuka dengan sangat lebar, pria itu melakukannya dengan begitu pelan hingga membuat Gina tidak sadar.     

Bukan hanya bibir, Daffa juga mengecup leher, bahu dan perlakuan itu membuat desahan kecil keluar dari bibir Gina. Wanita itu sudah mencoba untuk menahan supaya tidak keluar namun, semua gagal ketika, mulut Daffa ternyata sudah menghisap leher Gina dan meninggalkan jejak dari sana.     

"Aww," desahan kecil keluar dari mulut Gina. Hingga Gina seolah tersadar dari apa yang terjadi membuat wanita itu mendorong Daffa.     

Gina menggelengkan kepalanya, wanita itu lalu masuk ke dalam kamar dan menguncinya, melihat tingkah Gina membuat Daffa tersadar dengan apa yang terjadi.     

"Astaga, kenapa gue bisa gini. Gina pasti marah dengan apa yang gue lakukan," ucap nya kesal dengan dirinya sendiri. Daffa berusaha melangkah kan kakinya ke arah kamar mereka mencoba membuka pintu namun, ternyata pintu tersebut dikunci oleh Gina.     

"Na … Gina, maafin saya. Maaf saya tidak sengaja. Maafkan saya Na," teriak Daffa dari luar namun, tetap saja Gina tidak membuka pintu kamarnya wanita itu tetap diam di sana. Gina menekan dadanya jantungnya berdetak dengan sangat cepat sungguh bukannya Gina ingin menjadi istri yang durhaka. Hanya saja, Gina tahu hubungan mereka cepat atau lambat akan terjadi namun, tidak sekarang. Belum ada cintai di antara mereka, perasaan ini masih abu abu. Meskipun dua hari ini berstatus sebagai istri Daffa membuat Gina nyaman dengan hal itu.     

***     

Daffa masih berusaha untuk mengetuk pintu kamar mereka, pria itu benar benar tidak menyesal sudah melakukan hal yang seharusnya mereka lakukan atas kemauan sendiri bukan paksaan satu dengan lainnya.     

Mondar mandir di depan pintu, membuat Daffa benar benar tidak nyaman dengan keadaan yang terjadi. Berulang kali Daffa mencoba membujuk istrinya itu untuk keluar namun, hasilnya masih saja nihil.     

"Na … maafkan saya. Maaf Na, kamu keluar ya. Saya janji tidak akan macam macam sama kamu lagi, tapi kamu harus keluar ya."     

Daffa sudah pasrah dengan istrinya yang tidak mau membuka pintu, hingga surat kunci di buka membuat mata Daffa menatap ke arah pintu.     

Ceklek     

Pintu terbuka, menampilkan Gina yang sudah lebih segar dari sebelumnya. Bahkan wanita itu saat ini, sudah bisa menampilkan senyuman nya. Dan hal itu benar benar membuat Daffa semakin tidak nyaman.     

"Na … aku minta maaf, maaf sudah membuat kamu tidak nyaman," ujar Daffa.     

Gina tersenyum dan mengajak suaminya itu untuk duduk di sofa, bayangan tadi ketika keduanya berciuman terlintas di benak Gina membuat wanita itu langsung bersemu merah.     

##     

Ada yang gagal nih. Hi hi hi. Selamat membaca dan terima kasih buat semuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.